Minggu, 30 September 2012

Sepatu Bola Ditto


Ditto berjalan pulang sendirian. Wajahnya tampak lesu. Minggu depan akan ada pertandingan sepak bola antar Sekolah Dasar. Tapi, Ditto tidak punya sepatu bola untuk dipakai pada pertandingan nanti. Selama ini, Ditto selalu latihan dengan mengenakan sepatu olahraga biasa. Guru olahraga yang menjadi pelatih tim sepak bola sekolahnya memaklumi keadaan Ditto. Tapi, untuk pertandingan nanti, Ditto harus mengenakan sepatu sepak bola. Begitulah aturannya.
Sebenarnya Ditto sudah lama meminta orang tuanya membelikan sepatu bola untuknya. Tetapi, pekerjaan ayahnya yang hanya pegawai perusahaan sepatu rumahan dan ibunya yang seorang penjahit, tidak bisa memenuhi permintaan Ditto untuk membeli sepatu bola yang berharga mahal tersebut. Untuk menabung pun, Ditto susah. Uang saku Ditto hanya cukup untuk membeli sebuah roti dan es teh di kantin. Bahkan, Ditto sering terpaksa tidak jajan di sekolah karena ibunya tak punya cukup uang untuk memberi Ditto uang saku.
 Jika sampai saatnya pertandingan nanti Ditto tetap tidak punya sepatu bola, terpaksa Ditto tidak bisa ikut pertandingan tersebut. Padahal Ditto adalah kapten dalam timnya. Ditto juga pemain terbaik dalam tim sepak bola sekolahnya itu. Akan sangat disayangkan jika Ditto sampai tidak bisa mengikuti pertandingan tersebut.
Tuk! Tiba-tiba kaki Ditto tersandung sesuatu. Sebuah tas tangan kecil berwarna merah muda, tergeletak di atas jalanan berpaving. Tepat di ujung sepatu Ditto. Sejenak Ditto hanya diam mengamati benda tersebut. Rasanya Ditto tak asing dengan benda itu. Ditto membungkuk untuk memungut tas tangan kecil itu.
Ya, benar! Ditto memang mengenal tas tangan kecil tersebut. Tas tangan kecil itu memang milik Rani, teman sekelas Ditto yang berasal dari keluarga kaya raya.
Tadi di sekolah, Rani memang memamerkan tas tangan kecil berwarna merah muda itu pada teman-teman sekelasnya. Katanya, tas itu pemberian tantenya yang tinggal di luar negeri. Katanya lagi, tas itu asli buatan Italia. Tak cuma itu, Rani juga memamerkan uangnya yang sangat banyak memenuhi tas kecil berwarna merah muda tersebut. Uang itu dia peroleh dari om-om dan tante-tantenya pada waktu liburan sekolah beberapa waktu yang lalu. Agar aman dan tidak cepat habis, uang itu akan Rani tabungkan di bank.
Teman-teman sekelas Ditto sangat kagum mendengar cerita Rani. Untuk ukuran anak kelas 4 SD, mempunyai uang sebanyak itu untuk ditabung di bank adalah hal yang mengagumkan. Tak semua anak kelas 4 SD bisa memiliki tabungan di bank. Apalagi berisi uang sebanyak itu. Ditto bahkan tak tahu berapa jumlah uang yang dipamerkan Rani tadi. Ditto belum pernah melihat uang berwarna merah dan biru sebanyak itu.
Perlahan, tangan Ditto membuka resleting penutup tas kecil itu. Di dalamnya terdapat uang yang sangat banyak. Persis seperti yang dipamerkan Rani di sekolah tadi. Sejenak Ditto bingung, apa yang harus dilakukannya. Tapi, kemudian Ditto memutuskan memasukkan tas tangan kecil berwarna merah muda tersebut ke dalam tas sekolahnya. Lalu Ditto cepat-cepat berjalan pulang ke rumah.
                                                           
 Di dalam kamarnya, Ditto hanya diam memandangi tas tangan kecil berwarna merah muda yang ada di tangannya. Sesekali Ditto mengintip isi tas itu. Ditto tak tahu berapa jumlah uang dalam tas itu. Tapi sepertinya banyak sekalih. Karena hampir seluruhnya terdiri dari nominal lima puluh dan seratus ribu rupiah. Dengan uang sebanyak itu, Ditto bisa membeli sepatu bola untuk dipakainya pada pertandingan sepak bola minggu depan.
“Rani kan, anak orang kaya. Dia nggak akan terlalu kehilangan uang ini. Nanti juga dia akan dapat lagi,” pikir Ditto.
“Tapi, kamu nggak boleh mengambil milik orang lain, Ditto!” suara hati Ditto berbisik.
“Tapi kan, aku nggak ngambil. Aku cuma menemukan,”
“Sama aja! Itu kan bukan milik kamu!”
Perang batin Ditto terus terjadi. Antara keinginan untuk memiliki uang itu untuk membeli sepatu bola, atau mengembalikan uang itu pada pemiliknya. Tiba-tiba Ditto teringat pada pesan ibunya.
“Meskipun kita miskin, kita tidak boleh mengambil milik orang lain. Barang yang ditemukan secara tak sengaja juga termasuk milik orang lain. Maka, jika kita menemukan barang di mana saja, kita wajib mengembalikan pada pemiliknya.”
Setelah teringat pesan ibunya, tiba-tiba Ditto merasa malu sempat berpikir akan mengambil uang itu untuk membeli sepatu bola. Kalau ibunya tahu, ibunya pasti merasa sangat kecewa.
“Aku nggak boleh ambil uang ini. Aku harus mengembalikannya,” ucap Ditto, seraya beranjak dari kamarnya. Cepat-cepat berlari menuju rumah Rani.
                                                           
Ditto memencet bel di samping pagar rumah Rani. Tak lama, Bik Surti, salah seorang pembantu Rani muncul membukakan pintu pagar.
“Cari siapa?” tanya Bik Surti.
“Eh, saya mau ketemu Rani, Bik.” Jawab Ditto.
“Silakan masuk dan duduk dulu. Akan saya panggilkan Non Rani,” Bik Surti mempersilakan Ditto masuk , lalu melangkah ke dalam rumah.
Ditto duduk di ruang tamu. Tak lama, Rani muncul. Wajahnya terlihat kusut. Matanya sembab, seperti habis menangis.
“Eh, Ditto? Tumben main. Ada apa?” tanya Rani langsung, seraya duduk di depan Ditto.
“Muka kamu kenapa Rani? Kamu habis nangis ya?” Ditto balik bertanya.
Rani tak menjawab. Hanya tersenyum kecil. “Sebenarnya, kamu ada perlu apa sama aku?” tanya Rani mengalihkan.
“Eh, ini. Tadi di jalan, aku menemukan tas ini.” jawab Ditto seraya menyerahkan tas tangan kecil itu pada Rani.
“Eh, ini kan tasku yang hilang!” seru Rani seraya menagmbil tas itu dari tangan Ditto. “Terima kasih ya, Ditto! Kamu sudah mengembalikan tas ini padaku. Padahal, tadi aku sedih banget. Kalau orang tuaku tahu tas ini hilang, mereka pasti akan marah. Habis, memang salahku sih! Aku nekad bawa tas ini ke sekolah, padahal oarng tuaku sudah melarang.” Ucap Rani panjang. Wajahnya kembali ceria.
“Ehm, baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu ya, Ran?!” ucap Ditto seraya berdiri.
Rani mengangguk. “Sekali lagi, terima kasih banyak ya, Ditto!” ucap Rani.
Ditto hanya tersenyum dan mengangguk, seraya melangkah menuju pintu.
“Eh, tunggu!” cegah Rani.
Ditto menoleh.
“Aku dengar, minggu depan kamu ada pertandingan sepak bola ya?” tanya Rani.
Ditto mengangguk. “Iya, kenapa?”
“Aku dengar, kamu terancam nggak bisa ikut karena nggak punya sepatu bola. Benarkah?” tanya Rani lagi.
Kali ini Ditto hanya tersenyum kecil.
“Kalau kamu mau, kamu bisa pakai sepatu bekas kakakku. Masih bagus, kok! Tapi udah nggak muat sama kakakku. Kamu boleh memilikinya!” tawar Rani.
“Eh, benarkah?” tanya Ditto tak percaya.
Rani mengangguk. “Sebentar ya, aku ambilkan dulu!” ucap Rani seraya melangkah masuk.
Ditto tersenyum senang. Syukurlah, dia tidak jadi mengambil uang itu tadi. Untung saja dia ingat pesan ibunya yang melarang mengambil milik orang lain.
                                                            ~~~
By: Cepi R Dini {KucingPipush}

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates