Akhir-akhir
ini, di sekolahku beredar kabar tentang penampakan hantu. Nggak cuma satu
hantu, tapi ada banyak versi penampakan yang beredar. Kabarnya, udah banyak
siswa yang pernah melihat penampakan-penampakan hantu tersebut. Ada siswa yang
mengaku pernah melihat sosok hantu perempuan berambut panjang memakai baju
putih berlumuran darah di lab sekolah. Klasik banget ya sosok hantunya. Xixixi.
Ada juga salah satu siswa cowok yang bernama
Ardi, mengaku melihat penampakan penjaga sekolah yang meninggal setahun yang
lalu karena kecelakaan.
Ceritanya,
waktu itu Ardi baru pulang dari belajar kelompok malem-malem. Kebetulan arah
rumahnya melewati sekolah. Pas sampai di depan sekolah, dia melihat hantu
penjaga sekolah itu. Awalnya dia pikir, itu Pak Parno, penjaga sekolah yang
baru, yang kebetulan tinggalnya di samping sekolah. Ardi pun menyapa penjaga sekolah
itu. Tapi, begitu dia melihat wajah penjaga sekolah itu adalah wajah penjaga
sekolah yang sudah meninggal, dia pun langsung lari ketakutan.
Ada
lagi nih. Baru-baru ini, ada siswa cewek. Eh, kalau siswa cewek berarti siswi
ya? Oke deh, ada seorang siswi yang mengaku melihat penampakan hantu anak cewek
memakai seragam sekolah di perpustakaan lagi nangis.
“Lha,
kalau pake seragam sekolah, gimana bisa tahu itu hantu? Siapa tahu cuma siswi
biasa,” protesku pada yang bercerita, Hana.
“Mana
ada siswi malem-malem di sekolah?!” protes Hana.
“Lha,
si saksi mata sendiri kan siswi juga. Ngapain dia malem-malem di sekolah?”
tanyaku lagi.
“Dia
ke sekolah karena buku tugasnya ketinggalan. Sementara tugasnya harus
dikumpulkan besok,” jelas Hana.
“Siapa
tahu cewek itu juga ada urusan di sekolah,” ucapku lagi. “Mungkin tugasnya
ketinggalan di perpustakaan. Trus, setelah dicari di perpustakaan, ternyata
tugasnya udah ilang. Akhirnya anak itu nangis deh di perpustakaan. Bisa jadi
kan?!” tambahku.
“Masalahnya,
setelah didekati, kepala cewek itu berlumuran darah. Bahkan, separuh mukanya
udah hancur. Mana ada siswi hidup yang penampilannya kayak gitu?!” balas Hana.
“Kalau
itu, baru jelas hantu. Tadi kan nggak dijelasin kalau kepalanya berlumuran
darah dan mukanya rusak!” belaku.
Anak-anak
cuma nyengir.
“Eh,
tapi, hantunya kan cuma keluar pas malem aja. Jadi, kalau nggak mau ketemu
hantu, ya nggak usah ke sekolah malem-malem. Beres kan!” ucapku lagi.
“Eh,
iya! Bener juga, ya,” komentar Molly.
“Tapi,
katanya ada anak yang mengaku pernah ketemu hantu pas pulang sekolah lho!” ucap
Hana lagi.
“Siang?”
tanyaku oon.
“Ya,
iyalah.. siang. Emang kita pulang sekolahnya malem?!” balas Hana sewot.
“Ya…
kan, kali aja anak itu pulang sekolahnya malem. Kan banyak anak yang nongkrong
dulu di sekolah sebelum pulang ke rumah,” balasku.
“Tapi
ini bener-bener di jam pulang sekolah. Jadi siang,” tandas Hana.
“Ow…”
aku cuma manggut-manggut.
“Kayak
gimana hantunya?” tanya Molly.
“Ketemunya
di mana?” Sindy ikutan nanya.
“Katanya
sih, hantunya nenek-nenek gitu, dan mangkalnya di toilet cewek,” jawab Hana.
“Kayak
tukang jamu aja, mangkal,” komentar Sindy.
“Tapi,
tuh nenek tahu aturan juga ya,” ucapku lagi.
Anak-anak
memandangku nggak ngerti. “Maksudnya?” tanya Hana.
“Yeah…
nenek hantu itu kan juga cewek, dan dia tahu kalau cewek nggak boleh di toilet
cowok. Coba kalau tuh nenek nggak tahu aturan, mungkin dia munculnya di toilet
cowok,” jelasku.
“Aduh…
nggak penting banget deh, yang dibahas…!” balas Molly.
“Emang,
kayak gimana hantunya?” tanya Sindy back
to the topic.
“Yeah…
nggak tahu juga, sih. Yang jelas nenek-nenek gitu,” jawab Hana.
“Emang,
siapa sih yang ngaku pernah lihat hantu nenek itu?” tanyaku..
“Itu
juga aku nggak tahu. Cuma denger-denger dari mulut ke mulut aja, sih,” jawab
Hana.
“Trus,
anak yang lihat hantu di perpustakaan en lab itu, juga nggak jelas siapa?”
tanyaku lagi.
Hana
menggeleng. “Nggak jelas juga,” sahutnya.
“Jadi,
belum tentu bener dong?!” ujarku.
“Iya
juga, si,.” gumam Hana. “Gimana kalau kita buktikan sendiri aja!” usul Hana
tiba-tiba.
Kami
bertiga memandangnya. “Buktikan gimana?” tanya Sindy.
“Yeah…
kita datengin lokasi yang kabarnya ada hantunya itu, dan buktikan sendiri,
hantunya ada apa nggak,” jawab Hana.
“Kalau
hantunya nggak muncul?” tanyaku.
“Berarti
cerita hantu itu cuma hoax,” jawab Hana.
“Atau,
mungkin juga hantunya nggak mau muncul karena takut ama Hana yang lebih serem!”
canda Molly.
Hana
melotot. “Serius, dong!” serunya.
“Hehe…
sorry…! Peace…!” Molly nyengir seraya
mengacungkan dua jarinya.
“Jadi
maksud kamu, kita musti nyelidikin keberadaan hantu itu. Kayak ghost buster gitu?” tanya Sindy.
“Yeah…
nggak gitu juga, kali. Kita kan nggak punya kotak penangkap hantu,” jawab Hana.
“Kita cuma perlu cari tahu tentang keberadaan hantu itu,”
“Emangnya
nggak takut kalau ketemu hantu beneran?” tanyaku.
Hana
berpikir sejenak. “Iya, juga sih,” sahutnya. “Tapi kan kalau kita belum
membuktikan sendiri, kita juga jadi ketakutan nggak jelas. Siapa tahu berita
hantu itu cuma hoax,”
“Trus,
kita musti kesini malam-malam, gitu?” tanyaku.
“Waduh!
Kalau kita disangka maling, gimana?” Sindy ikut nanya.
“Lagian,
aku mana boleh ke sekolah malam-malam!” Molly ikutan protes.
“Yeah…
bikin alasan apa gitu lah…” sahut Hana.
Kami
saling berpandangan. Akhirnya memutuskan hari Sabtu malem datang ke sekolah
untuk menyelidiki kebenaran kabar hantu itu.
“Trus,
kalau hantunya muncul beneran, gimana?” tanyaku kemudian.
“Kita
lari bareng-bareng!” sahut Hana enteng.
Hari sabtu malam, kami melaksanakan rencana kami. Pukul sembilan
malam, kami sudah ada di dalam sekolah. Hana tadi yang minta kunci gerbang pada
penjaga sekolah, dengan alasan mau ambil tugas yang ketinggalan. Alasan klasik,
tapi cukup berhasil.
“Kamu
tadi pake alasan apa ke ortu?” tanya Molly padaku.
“Aku
bilang mau nginep di rumh Hana,” jawabku. “Semoga aja ortuku nggak nelepon ke
rumah Hana. Kalau sampai ketahuan aku nggak ada di sana sekarang, bisa dihukum
nggak boleh keluar rumah seumur hidup aku,” tambahku.
“Hehe…
aku bilangnya mau nginep di rumah Molly,” sahut Hana.
“Lho!
Aku bilang nginep di rumah Chika,” balas Molly menatapku. Kok, ke rumahku sih?
“Trus,
kita ntar pulang kemana dong? Nggak mungkin kan, kita nginep disini!” seruku.
“Tenang…
tadi aku izinnya cuma main. Ntar kalian nginep di rumahku aja,” Sindy
menengahi.
Huft…
lega.
“Lagian,
kenapa pada bilang mau nginep segala sih? Kenapa nggak bilang aja mau main?”
tanya Sindy heran.
“Kalau
aku izinnya main, jam sembilan malam harus udah ada di rumah!” sahutku.
“Sama,
aku juga!” sahut Hana dan Molly bersamaan.
“Hehehe…
kalau aku, setiap hari Sabtu boleh pulang agak malem,” balas Sindy. Enak
banget.
“Kita
mengintai di mana nih, enaknya?” tanya Molly mulai fokus dengan tujuan kami
disini.
“Menurut
berita, lokasi kemunculan hantu ada di lab, perpustakaan, toilet, dan pintu
gerbang sekolah, kurasa sebaiknya kita melakukan pengintaian di tempat
strategis yang bisa mengamati ketiga tempat tersebut,” usul Hana.
“Ya
iyalah, semua juga tahu! Tapi, tempatnya di mana?” sahut Sindy.
Setelah
berpikir dan menimbang-nimbang, akhirnya kami memutuskan melakukan pengamatan
di depan kelas kami di lantai dua. Disana, kami bisa melihat perpustakaan yang
berjarak dua kelas dari kelas kami, kami juga bisa melihat toilet di pojokan
gedung, lab di lantai bawah, juga pintu gerbang sekolah. Semuanya terlihat
jelas dari kelas kami.
“Trus,
sekarang kita ngapain? Cuma duduk-duduk sambil mengamati gini aja?”
tanyaku. “Ngantuk dong,”
“Tenang…!
Nih, aku bawa banyak camilan,” ujar Hana seraya mengeluarkan macam-macam
camilan dari dalam tasnya.
Pantesan
tasnya keliatan gede banget. Rupanya udah sedia banyak makanan dia. Xixixixi.
“Pake
musik, asyik nih!” ucap Molly seraya mengeluarkan iPod barunya.
“Siip…!
ayo cepetan puter musiknya!” seruku bersemangat.
Dengan
ditemani alunan lagu MBLAQ, dan ngemil makanan yang dibawa Hana, pengamatan
kami jadi nggak serem. Malah asyik banget. Kayak piknik di sekolah, gitu. Xixixixi…
mungkin ini pengamatan hantu yang paling seru di seluruh dunia.
Sudah
dua jam kami melakukan pengamatan. Tapi si hantu nggak muncul juga. Makanan
yang dibawa Hana udah ludes dari tadi. iPod yang dibawa Molly juga baterainya
habis beberapa menit yang lalu. Fyuh…! Bosen abis deh. Sekarang jadi
pengintaian yang menyeramkan. Udara malam semakin lama juga semakin dingin.
Makin nyeremin aja suasananya.
Tiba-tiba
sesuatu yang bersinar muncul dari arah pintu gerbang. Kami terdiam menatap
sesuatu yang bersinar itu. Sesuatu yang bersinar itu semakin mendekat. Kami
terpekik saat melihat seorang pria membawa senter berjalan semakin mendekat.
“A…
apa itu hantu… penjaga sekolah?” tanya Molly gugup.
“Bi…
bisa jadi,” sahut Hana.
Dengan
ketakutan, kami terus menatap sosok misterius itu. Tiba-tiba, sosok itu
mengarahkan senternya ke arah kami. Spontan, kami menjerit bersamaan.
“Hei!
Kalian ngapain di sana?” tanya sosok itu dengan suara lantang.
Kami
berhenti menjerit dan menatap sosok itu. OMG…! Ternyata sosok itu Pak Parno,
penjaga sekolah yang baru, yang tentu saja masih hidup.
“Katanya
mau ambil tugas, kok malah nggak pulang-pulang?” tanya Pak Parno lagi.
“Emm…
anu Pak, tadi tugasnya hilang. Trus, kita nyariin sampai ketemu,” jawab Sindy.
“Ya
sudah, sekarang cepat pulang! Sudah malam!” perintah Pak Parno.
Kami
menurut dan berjalan menuruni tangga menuju halaman sekolah. Sepertinya
pengintaian kami harus berakhir.
“Ini
Pak, kuncinya. Makasih banyak, ya!” Hana mengembalikan kunci gerbang yang
dipegangnya pada Pak Parno.
“Kalian
nggak sedang pesta miras atau narkoba, kan?” tanya Pak Parno seraya mengarahkan
senternya ke arah kami.
“Ya
nggak lah, Pak! Mana mungkin kami melakukan itu!” sanggah Hana.
“Emang,
Bapak nyium bau alkohol dari kami?” tanya Sindy.
“Nggak,
sih!” sahut Pak Parno. “Ya sudah! Cepat pulang! Anak perempuan malam-malam
masih berkelairan!”
“Iya
Pak, kami pulang dulu,” balas Molly.
“Dadah…
Pak Parno…!” aku melambai pada penjaga sekolah itu sebelum mengikuti teman-temanku
berjalan keluar dari sekolah. Misi mengamati hantu hari ini, gagal.
Beberapa minggu setelah kami gagal membuktikan keberadaan
hantu di sekolah ini, isu munculnya hantu pun berangsur menghilang. Banyak anak
yang menganggap cerita adanya hantu itu cuma hoax. Pasalnya, banyak anak yang
seperti kami, mencoba membuktikan adanya hantu dengan sengaja melewati depan
sekolah malam-malam, tapi nggak ada kemunculan hantu penjaga sekolah. Anak-anak
pecinta alam yang baru pulang dari kemping, karena sampai di sekolah kemalaman,
dan terpaksa menginap di sekolah, juga nggak melihat penampakan hantu di lab
dan perpustakaan. Padahal, kedua tempat itu menjadi hotel dadakan anak-anak
pecinta alam itu. Dan dari pengakuan anak-anak yang hobi nongkrong di sekolah
sampai sore, juga nggak pernah melihat panampakan hantu nenek-nenek di toilet
cewek. Padahal, yang namanya anak cewek kan hobi banget berlama-lama di toilet,
sekadar untuk ngaca dan sekalian ngerumpi. Malah ada satu gank cewek yang
menjadikan toilet cewek sebagai base camp
mereka (euh… kayak nggak ada tempat lain aja!). Cewek-cewek itu juga mengaku
nggak pernah sekali pun ketemu hantu nenek-nenek itu.
“Jadi, cerita hantu itu cuma hoax ya?” tanya Hana.
“Anak-anak
sih, sepakatnya gitu?” jawabku asal.
“Masa
menentukan berita itu hoax apa nggak, perlu kesepakatan sih?!” protes Sindy.
Aku
cuma nyengir. “Abisnya… anak-anak suka gitu. Kalau lagi hot cerita hantu, semua pada terbawa en ketakutan sendiri. Begitu
ada yang bilang itu cuma hoax, semua juga pada setuju aja tanpa membuktikan
sendiri,” balasku.
“Tapi
kita kan udah coba membuktikan sendiri,” ujar Molly. “Dan kayaknya emang berita
itu nggak bener, deh. Buktinya, Pak Parno yang tiap malam patroli disini aja
nggak pernah lihat hantu kan?!” tambahnya.
Kami
mengangguk-angguk setuju. Bener banget tuh! Kalau Pak Parno yang paling sering
nongkrong di sekolah aja nggak takut en nggak pernah lihat hantu, kenapa kita
yang cuma di sekolah setengah hari aja udah pada ketakutan sama cerita adanya
hantu. Ah… efek latah tuh.
Aku
berlari-lari keluar dari ruang rapat pengurus majalah siswa, menuju toilet
cewek terdekat. Huft… gara-gara adikku semalam ngasih sambel banyak banget di
makanan kami, gini deh jadinya. Seharian ini aku mules-mules terus. Mulai dari
tadi pagi, aku akrab banget ama toilet. Pas pelajaran tadi aja, aku bolak-balik
minta izin ke toilet. Untung aja gurunya pada pengertian. Mereka oke aja ngasih
izin aku ke toilet. Malah ada yang menyarankan aku ke UKS aja. Mungkin mereka
nggak tega lihat mukaku yang menderita. Padahal, emang dari dulu tampangku menderita.
Hehehe.
Aku
keluar dari toilet dengan perasaan lega. Langsung kembali menuju ruang rapat.
Weitz…! Ternyata sudah penuh dengan manusia. Sepertinya semua anggota pengurus
majalah siswa sudah datang. Aku buru-buru masuk ke dalam ruangan rapat.
“Chika!
Dari mana kamu?” Sony, sang ketua pengurus langsung bertanya begitu aku masuk
ruangan.
“Dari
toilet, Pak Ketu!” jawabku singkat, langsung menuju tempat dudukku. {Pak Ketu =
Pak Ketua. Disingkat gitu :)}
Sony
tak bicara apa-apa lagi, dan segera memulai rapat karena seluruh anggota sudah
hadir di ruang rapat.
Aku
berjalan dengan santai menuju kelasku di lantai dua. Kulihat teman-temanku
sudah berkerumun di depan kelas. Tumben amat, pagi-pagi mereka udah ngumpul?
Pasti ada berita heboh lagi nih. Aku berjalan mendekati mereka. Aku juga nggak
mau dong, ketinggalan berita terbaru.
“Ada
apa sih?” tanyaku langsung menyeruak di kerumunan.
“Ternyata
cerita hantu itu beneran, Chik!” ucap Molly langsung.
“Cerita
hantu yang mana? Bukannya semua udah sepakat itu cuma hoax?” tanyaku heran.
“Itu
kan, dulu. Karena nggak ada yang bisa ngebuktiin,” sahut Hana.
“Tapi
gara-gara kejadian kemarin, kita jadi yakin kalau hantu itu ada.” Sindy ikutan
bersuara.
“Hantu
yang mana nih? Yang di lab, perpustakaan, atau toilet cewek? Atau kalian ketemu
hantu penjaga sekolah?” tanyaku beruntun.
“Yang
di toilet,” jawab Molly.
“Ha?
Toilet? Masa sih? Kemarin aku bolak-balik ke toilet, nggak ketemu hantu, tuh!”
balasku.
“Itu
kan di jam sekolah,” sahut Hana. “Ini kejadiannya diluar jam sekolah,”
tambahnya.
“Ow…!
Trus, kalian lihat hantunya gitu?” tanyaku lagi.
“Belum
sempat lihat, sih. Kami udah lari duluan,” jawab Molly.
“Kalau
belum lihat, gimana kalian tahu hantunya ada?” tanyaku makin nggak ngerti.
“Gini,
aku ceritain kejadiannya,” ucap Hana. “Kemarin, kami bertiga kan nggak langsung
pulang sehabis sekolah. Pas kamu lagi rapat pengurus majalah sekolah, kami
bertiga nongkrong dulu di kelas. Tiba-tiba, Molly minta dianter ke toilet. Oke,
kami anterin. Pas sampai di toilet, kami mencium bau yang nggak enak banget.
Awalnya kami kira itu hal wajar. Di mana-mana toilet bau, kan. Tapi abis itu
kami denger suara musik klasik dari salah satu toilet. Tak lama, bau busuk tadi
berubah jadi aroma yang wangi banget. Karena serem, kami langsung kabur dari
toilet.” Hana mengkhiri ceritanya.
Toilet?
Sepulang sekolah? Musik klasik? Aroma wangi banget? Kayaknya aku nggak asing
deh, sama semua itu. Wuahahahahahahahaha… itu sih bukan hantu!
Sebelum
rapat mulai kan, aku ke toilet karena mules akut. Bau nggak enak banget yang
mereka cium, pastinya berasal dari aku dong. Maklum, malamnya aku abis diracuni
sama adikku. Dan musik klasik yang mereka dengar itu, berasal dari MP3
ponselku. Aku emang suka dengerin musik klasik kalau di toilet. Meskipun banyak
yang bilang itu kebisaan aneh, aku cuek. Dan perihal aroma wangi yang mereka
cium, itu juga berasal dari parfum yang kusemprotkan ke seluruh penjuru toilet.
Ini juga termasuk salah satu kebiasaan anehku. Aku nggak suka meninggalkan bau
nggak enak di toilet, makanya aku selalu menyemprotkan parfum yang selalu
kubawa di saku bajuku ke seluruh penjuru toilet setelah menggunakan toilet.
Jadi…
yang dikira hantu sama anak-anak itu sebenarnya bukan hantu, tapi aku. Aku
musti bilang nggak ya, ke anak-anak? Tapi kayaknya kalau aku bilang, nyawaku
bakal terancam. Biarin aja, deh. Jangan bilang-bilang ya…! Xixixiixixi.
~~~
By : Cepi R. Dini
1 komentar:
saya sudah nonton serem kalau tidak percaya ada jasmin kan siapa yang membikin filem nya
tamat
Posting Komentar