Selasa, 04 September 2012

A Trip Of Love


Akhirnya, wisata ke Pulau Sempu datang juga. Dengan muka berseri kutenteng tas yang bewarna hitam kelam. Senyum tak kunjung pudar di wajahku. Aku lajukan motorku melewati berpuluh-puluh kilometer jarak dari rumah menuju Sidoarjo. Hingga akhirnya sampai juga di rumah Wisnu yang bertempat di alun-alun Sidoarjo.
Kulihat pasukan crew’07 belum berkumpul secara penuh. Hanya dua cowok dengan perbedaan sosok yang begitu mencolok. Satu bertubuh tambun dan satunya kurus. Mataku sontak tertuju pada sosok kedua yang sedang menikmati rokoknya.
“Tumben enggak telat?”, tanyaku. Dia hanya tersenyum dan membantuku meletakkan tasku di sampingnya. Ingin kupegang erat-erat jantungku agar tidak melesat  keluar seperti anak panah.  Dari handphone-nya mengalun Iris dari Goo Goo Dolls.
“Udah ijin emak sama bapak?”, tanyanya. Aku mengangguk. “Syukurlah. Biar aku enggak dituduh bawa lari anak perawan orang. Ya enggak, Nu?”, air mukanya berubah seketika.  Wajah itu, senyum itu. Itu yang membuatku bersikeras ikut ke Sempu dan menentang orangtua.
“No, jangan banyak ngerokok. Tuh yang ada di sebelahmu udah enggak kuat nahan nafas”, pandangan Wisnu merujuk padaku. Dengan segera Vino menghabiskan rokok itu.
Selang beberapa detik kemudian, satu persatu crew’07 datang. Akupun perlahan menjauh dari tempat Vino duduk dan bergabung dengan kaum hawa lainnya.
Perjalanan yang memakan waktu cukup lama tersebut aku habiskan dengan mendengarkan alunan musik dari Asian Kung-Fu Generation dan Paramore. Beberapa kali mencuri pandang ke Vino dan pura-pura meneruskan memandangi alam sekitar.
“Reisa, gantian sama Vino kalau capek”, ujar Sika. Aku menyerahkan kemudi ke Vino. Vino menepuk kepalaku lembut seraya berkata “Anak baik” atau “Good Job”.
“Hish, berani sekali pegang kepala tuan putri”,  kataku sambil menapik tangannya.
“Tuan Puteri dari mana? Tuan Puteri Menur ya?”, katanya dengan terbahak-bahak. Sejurus aku pasang tampang merengut. “Udah jelek, pasang tampang begitu malah tambah jelek”. Aku menjulurkan lidah dan menatap keluar jendela.
Setelah perjalanan darat, kami harus menempuh perjalanan laut menggunakan perahu nelayan. oh my God, it’s amazing. Aku bermain air dengan mencelupkan tanganku ke laut.
“Splas!”, air muncrat mengenai wajahku. Semua tertawa melihat aku. Tangan jahil itu kulempar menggunakan botol air mineral.
“Awas ya. Akan kubalas nanti. Dasar Vino sinting”, umpatku. Dia hanya menjulurkan lidah tak peduli dengan ancamanku. Aku memandang sekeliling dengan takjub hingga tiba di sebuah pulau.
“Dari sini kita akan berjalan melewati hutan. Diharap tidak berpencar dan menyusahkan kawan-kawan yang lainnya”, ucap pemandu kami. Aku berjalan bersandingan dengan Wisnu. Sedangkan Vino berjalan dengan Titis.
“Kamu capek?”, tanya Wisnu. Aku menggeleng. “Kalau capek, bilang saja. Sini aku bawakan barangmu”, dengan sigap Wisnu mengambil tasku. Aku terbiasa manja dengan Wisnu karena dia aku anggap saudarku. Tapi yang lain mengejek kalau kami pacaran.
“Masa badan segede itu cepet capek?”, celetuk Vino tanpa menatapku.
“Aku enggak capek. Sapa yang bilang aku capek?”, kujewer telinga Vino. Dia terkekeh dengan renyah. “Nih, dengerin”, Vino menyodorkan mp3 playernya. Kudengar dengan seksama.
“Sama kan dengan suasana kita sekarang? Berada di hutan”, ujarnya dengan tersenyum nakal. Aku meresapi lagu itu dan  teringat film Twilight. Lagu Decode dari Paramore mengalun indah. Wisnu kembali menggeser Vino yang ada di sebelahku.
Perjalanan yang lama tersebut terasa singkat. Dan akhirnya kami menemukan ciptaan Tuhan yang begitu indah, Segara Anak. Dengan segera aku masuk tenda yang baru selesai didirikan untuk mengganti baju.
Tanpa dikomando lagi, teman-teman yang lainnya mengikuti aku yang sudah berguling-guling di air yang jernih. Entah kenapa aku melupakan seseorang yang akan menjadi target kameraku.
“Vino mana?”, tanyaku pada Sika. Sika menunjuk sosok yang dengan narsisnya foto di tengah hamparan air yang bewarna biru kehijauan.
“Reisa, sini kalau kamu berani. Kita tuntaskan dendam kita tadi!”, teriak Vino.
“Woke! Don’t go anywhere!”, balasku seraya berlari ke arahnya. Kucipratkan air itu ke mukanya.
“Awas ya!”. Vino menarikku mendekat ke arahnya dan menggendongku.
“Cie... Hayo Vino lagi ngapain? Wisnu nanti cemburu lho”, sontak yang lain bersorakan. Jantungku serasa mau berhenti berdetak. Wajahnya yang tak seberapa tampan itu menatapku dengan manis.
“BYUR!”. Sesaat mulutku penuh dengan air dan hidungku tak bisa digunakan bernafas. Dengan susah payah akhirnya bisa keluar dari air.
“Vino gila!”, jeritku. Dia menjauh dengan terkekeh. Wisnu menarikku dari air dan menolongku. “Aku enggak apa-apa kok Wis”.
“Hayo Sika berenang sampai tengah”, ajakku.
“Enggak deh Rei, aku enggak jago berenang”, tolak Sika.
“Woke deh”, aku mulai berenang ke tengah-tengah. Wisnu memperhatikanku dari kejauhan. Aku melambai padanya dan dia membalas.
Bau laut, sama persis dengan bau parfum Vino. Aku tersenyum sendiri seperti orang gila di dalam air.
“BRUK”, tubuhku terpental beberapa senti. Ternyata di depanku ada cowok yang meringis pura-pura kesakitan.
“Maaf”, kataku.
“Makannya mbak lihat dong kalau lagi berenang. Jangan cengengesan sendiri”, balas cowok itu.
“Lho, saya kan sudah minta maaf mas. Masa gitu saja nyolot sih”, balikku dengan muka bersungut-sungut.
“Sakit mbak lengan saya. Saya mau maafin kalau dikasih nomer hape mbak”, kata cowok itu seraya terkekeh.
“Kalau mau kenalan sama cewek, jangan pakai cara gitu mas. Norak tahu”, celetuk suara di belakangku. Vino dan Wisnu sudah ada di belakangku. Wisnu menarikku menjauh dari cowok rese itu. Kelihatan Vino beradu mulut dengan dia.
“Kenapa Rei? Kamu digodain ya?”, pertanyaan yang sama mencercaku berturut-turut. Aku terdiam. Vino akhirnya kembali dengan air muka yang tidak mengenakkan.
“Makannya, jangan main sendirian sampai tengah. Cewek itu makhluk lemah. Untung dia enggak ngelibatin yang lain”, cerocos Vino. Aku terbelalak mendengarnya. “Wis, awasi terus pacarmu itu biar enggak buat masalah lagi”.
“Maaf”, kataku sambil berlalu meninggalkan Vino. Kutahan mati-matian air mataku.
“Mau kemana Rei?”, tanya Sika.
“Ganti baju Sik. Aku males berenang. Udah enggak mood. Daripada buat masalah lagi”, kataku cepat sembari meninggalkan mereka.
Wisnu menungguku di luar. Dia seperti pengawal pribadiku saja. Mungkin itu alasan kenapa teman-teman menganggap aku dan Wisnu pacaran. Dengan terisak aku mengganti pakaian.
Baru kali ini Vino membentakku. Biasanya dia kalem dan enggak banyak bicara. Sakit sekali rasanya dibentak oleh orang yang kita sukai.
“Sudah Wis, kamu berenang sana gih. Aku udah puas berenang kok”, kataku seraya mendorong Wisnu ke  bibir pantai.
“Bener?”, tanya Wisnu meyakinkan diriku. Aku mengangguk sambil tersenyum ceria. Wisnu berbalik dan bergabung dengan yang lainnya.
Lambaian tangan teman-teman cewek kubalas dengan semangat. Setelah itu aku kembali terpuruk di tepian pantai di atas lembar koran. Angin semilir menyibakkan rambutku yang semi panjang dan membantu mengeringkannya.
Hatiku masih terasa sakit. Aku menyalahkan diriku sendiri kenapa aku sampai menyukai Vino. Padahal dia jauh dari tipe cowok idamanku. Dia pendek, perokok, enggak tampan, enggak seberapa pintar, kurus, dan pemain band.
Tapi yang membuatku jatuh cinta adalah parfum yang dia kenakan. Dia pernah menyembunyikanku di punggungnya ketika aku dikejar-kejar cowok yang mengaku pacarku waktu open house di kampus. Mulai dari perbuatan yang kecil tersebut, aku jatuh cinta.
“Hei”, suara yang aku kenal. Sekaleng minuman ringan berada di hadapanku. Aku mengambilnya sambil memalingkan muka. “Geser dikit”. Tanpa kuijinkan dia mendorong tubuhku menyingkir.
“Maaf”, katanya lagi. Aku tetap pura-pura enggak dengar. “Sori udah buat enggak mood. Habis aku jengkel lihat kamu digodain cowok  lain”. Aku terbelalak mendengar kata-katanya sambil menoleh.
“Tapi aku enggak berhak ya bilang seperti itu. Kan kamu ceweknya Wisnu. Hehehe...”, wajahnya tersenyum paksa.
“Aku enggak pacaran kok sama Wisnu. Kalian saja yang salah sangka”, sergahku dengan cepat. Jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
“Jangan bohong, kalian ke mana-mana selalu berdua”, kata Vino sembari meneguk isi kalengnya sampai habis. “Wisnu kelihatan serius sama kamu. Jangan sakiti dia ya”, imbuhnya.
Aku terdiam sesaat. Pikiranku bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Aku tahu Wisnu ada rasa tapi ada orang lain yang aku sukai”, kataku cepat. Aku menatapnya dengan mantap. Vino terdiam sesaat memandangku.
“Aku suka kamu Vino”, bibirku serasa kaku setelah mengatakan kalimat itu.  Vino terbelalak dan kelihatan otaknya bekerja sangat keras.
“Rei, jangan bercanda ah”, Vino tertawa kecil. Dia membuang muka ke depan.
“Aku sunguh-sungguh No. Aku dari dulu suka kamu. Sejak open house kampus”, kataku meyakinkan Vino.
“Iya, Reisa suka kamu sejak dulu. Kamu aja yang enggak sadar No”. Serentak aku dan Vino menoleh ke belakang. “Kalian jangan memikirkan aku, toh kalau kalian sama-sama suka, aku akan mundur teratur. Asal kau harus berjanji enggak akan menyakiti Reisa”, tambah Wisnu. Entah sejak kapan Wisnu sudah berada di belakang kami berdua.
“Ya kalau kau memohon seperti itu sih Wis, aku terima untuk jadi baby sisternya Reisa. Hehehe...”,  jawab Vino dengan wajah jahil.
“Jahat”, balasku sambil menarik telinga dia. Wisnu ikut mengerjai Vino dengan menariknya kembali masuk dalam air.
Aku tertawa lepas. OMG, secepat itukah kami jadian? Tak seperti yang aku bayangkan dengan proses romantis dan saling pandang. Haish... Aku terlalu berkhayal.
Perjalanan pulang kembali melewati hutan. Sekarang Vino ada tepat di depanku dan dia tak sungkan lagi mengulurkan tangan tuk membantuku. Yang lain menyoraki tapi kami berdua nyengir sok innocent.
“Sejak kapan kamu suka aku Rei?”, tanya Vino.
“Sejak open house kampus dulu. Waktu kamu nyembunyikan aku dari cowok yang ngaku pacarku”, jawabku dengan malu-malu. “Lha kamu sendiri kenapa suka sama aku No?”, lanjutku.
“Kamu aneh sih. Punya kepribadian ganda. Heheheh”, kekeh Vino.
“Jahat”, kataku seraya mencipratkan air ke muka Vino.
“Aku suka kamu gara-gara kamu wangi, No. Parfummu itu yang menggodaku”, imbuhku.
“Hahaha... Dasar aneh. Seharusnya cewek itu enggak mau kalau cowoknya wangi banget karena mereka kira metroseksual dan cenderung gay”, jelas Vino.
“Lha, berarti kamu ngaku kalau kamu  gay?”, tanyaku bergidik.
“Hahahaha...”, kembali Vino terbahak. “Ya enggak lha Reisa bipolar. Kalau aku gay mungkin aku enggak mau sama cewek dan enggak nyuri kesempatan buat deketin kamu”, tambahnya sambil memencet hidungku.
“Dasar rese!”. Aku membalasnya dengan menjewer telinganya. Kami tertawa lepas.
“Rei, kapan-kapan kita kembali ke sini yuk. Tapi berdua saja”, Vino berbisik di telingaku.
“Blush!”, wajahku langsung memerah.
Dengan cepat aku menutupi wajahku dengan kedua telapak tanganku. Aku malu sekali mendengar kata-katanya.
Oh Tuhan, sembunyikan suara detak jantungku ini. Semoga liburanku berikutnya dengan Vino menjadi liburan yang lebih indah dari liburan kali ini. Amin.
~~~
Cerpen Oleh: Esa Mariya Ajikan

Sedikit Tentang Esa Mariya Ajikan:
Pecinta binatang, hobi berenang, cita-cita ingin jadi warga negara Jepang, dan sekarang sibuk jadi pendengar yang baik dan pengoceh yang benar  

5 komentar:

Kucing Pipush mengatakan...

pertama: aku mau mnegucapkan banyak terima kasih pada sistaku yang paling cantik, sist Esa Mariya Ajikan, karena telah bersedia berbagi cerpennya untuk dimuat di blog ini (formal banget ya gayaku) :D

kedua: "dia lebih pendek dariku," "aku suka aroma parfumnya,"
rasanya pernah denger kalimat itu nih aku..
hikikikik... (^.^)v

btw, ajarin renang dong sist... :D

Esa mengatakan...

wakakaakak... jangan formal2 zizt. akyu jadi mayuuu... :))

wew, ya jelaz pean tahu lha zizt kan pean pernah akika ceritain. hehehehe... =))

ayokz zizt, q ini janji aja tapi jarang nepatinnya. hehehe... nunggu bakpo libur juga zizt. X)

Kucing Pipush mengatakan...

wuehehehe....kan biar agak gaya gitu sist,,, :D

xixixixi... iya, yg waktu itu ya... ^^

ayo sist..! kapan? hehe...
kenapa tunggu bakpo libur dulu? mau nyamain pipi ma aku..?
hakakakka :D

Esa mengatakan...

ikut gayaku aja zizt. gaya kucing garong. hekekekek... :D


kan biar ada pembandingnya zizt. wekekekek :p

Kucing Pipush mengatakan...

hehe... aku bergaya kucing centil aja deh sist
eh, bukan! kucing pipush aja :)

hehe... jadi kontes bakpi dong.. :D

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates