Minggu, 23 Agustus 2020

Sneak Peak April Fool 3

 Satu (Part 2)


Abrar memberengut. Matanya memicing tajam pada dua orang di hadapannya. Ia benar-benar merasa dikhianati. Bagaimana bisa, Gavin yang merupakan sahabatnya sejak MOS SMP, lebih memihak cewek tengil yang seolah terlahir untuk menyiksanya.

 “Udah deh, Blay … jangan cemberut terus gitu. Jelek tahu!” Ervika menarik keras hidung mancung Abrar.

Abrar menepisnya kasar. Ervika ini selain suka menganiaya tubuhnya, juga memanggil Abrar dengan seenaknya. Abrar membenci panggilan itu. Kalau Gavin suka memanggilnya Bray dengan alasan Brar terlalu belibet di lidah, Ervika justru memanggilnya Blay. Jablay lebih tepatnya. Katanya, itu cocok buat Abrar.


Sialan! Memangnya Abrar cowok kurang belaian apa?—ah, bukan itu intinya. Masalahnya sekarang, Abrar harus menguak alasan di balik persekongkolan kedua bocah di hadapannya itu.

“Hei, kamu sendiri yang bilang nggak boleh marah kalau April Mop.” Gavin mengingatkan. Dan kalau Gavin sudah memanggil dengan ‘kamu’ berarti ia dalam mode serius. Lagi pula, Gavin memang merasa agak tidak enak melihat Abrar bermuka masam begitu. Bagaimanapun, mereka sudah berteman lama dan sejauh ini belum pernah bertengkar hebat.

“Kenapa kalian ngelakuin ini?” Abrar bertanya, sepenuhnya mengabaikan ucapan Gavin.

“Heh? Itu kan ide lo,” sahut Ervika. “Lagian lo juga aneh. Hari gini masih pakai surat.”

Abrar mendengus. “Kalau gue ngomong langsung ke lo, yang ada gue muntah duluan.”

Ervika melempar bantal ke muka Abrar, yang dengan mudah bisa dihindari cowok itu seolah sudah memperkirakan pergerakan Ervika.

“Emangnya lo pikir dengan lo pakai surat, gue bakal percaya lo suka gue?”

Abrar berharap begitu. Sebagian cewek masih menganggap surat cinta adalah hal yang manis meski saat ini sudah bukan zamannya. Meski galaknya bukan kepalang, Ervika tetaplah cewek. Abrar sedikit berharap Ervika memiliki sisi manis walau cuma secuil, yang mungkin saja selama ini disembunyikan dengan sangat baik. Namun, harapannya tidak terkabul. Sepertinya memang mustahil Ervika memiliki sisi manis.

“Lagian ya,” tambah Ervika, “isi surat lo tuh nggak ada romantis-romantisnya.”

Mau bagaimana lagi? Abrar tidak bisa membuat kalimat manis. Tadinya, ia ingin menyontek dari hasil pencarian Google, tapi urung. Menulis ungkapan sederhana sambil membayangkan Ervika saja ia geli sendiri, apalagi menulis yang romantis.  

Sejak awal, Abrar juga tidak seratus persen yakin jebakannya akan berhasil. Namun, ia tetap mencoba, siapa tahu kali ini beruntung. Kalaupun gagal juga tak masalah. Yang jadi masalah, kenapa justru Gavin yang menggagalkan rencananya? Kenapa dua temannya itu justru berbalik menyerangnya? Kenapa tak biarkan saja Abrar menunggu Ervika yang tidak akan pernah muncul sampai sekolah tutup?

“Anggap aja itu karma karena berniat ngerjain cewek cantik nan baik hati.” Begitu kata Ervika saat Abrar mengungkapkan isi pikirannya.

Meski tidak setuju dengan ucapan Ervika tentang cantik dan baik hati, Abrar malas menanggapi. Ia justru memusatkan tatapan pada Gavin. “Lo sahabat gue kan, Vin?”

“Iya.” Gavin tak pernah ragu akan hal itu.

“Terus, kenapa lo khianati gue demi cewek itu?”

Gavin dan Ervika berpandangan sejenak. Setelahnya, Gavin menyengir sementara muka Ervika entah kenapa memerah, membuat Abrar mengernyit curiga.

Well …” Gavin menggaruk pipi kanan—kebiasaan kalau sedang gugup atau canggung. “Lo memang sahabat gue, tapi …,” kembali ia melirik Ervika. “Vika pacar gue.”

Abrar memelotot. What the ….

***

Savika tidak bisa menjawab pertanyaan Salma hingga sepupunya itu berderap meninggalkan kamarnya. Bagaimana ia bisa menjawab jika sejujurnya ia pun memiliki pertanyaan yang sama.

Pagi tadi, saat Savika baru datang dan duduk di bangkunya, ia menemukan sepucuk surat di laci dengan namanya tertulis di amplop. Savika mengamati lebih saksama surat itu dan ketika merasa mengenali tulisannya, ia buru-buru membuka amplop untuk melihat isinya. Beberapa kali mendapat kesempatan mengoreksi hasil ulangan Abrar membuat Savika hafal model tulisan cowok yang menarik perhatiannya sejak pertama bertemu. Kelas mereka bersebelahan, guru yang mengajar pun sebagian besar sama, jadi wajar jika mereka sering diminta membantu mengoreksi hasil ulangan kelas lain. Dan entah kebetulan atau takdir, Savika cukup sering mendapat kertas ulangan Abrar—kalau bukan ia ya teman sebangkunya yang dapat. Dari sana ia bisa melihat bahwa Abrar cukup lemah di pelajaran bahasa dan nilai-nilainya nyaris sempurna di pelajaran eksak. Setelah membaca dan mengetahui ternyata itu adalah surat cinta, perasaan Savika menjadi campur aduk. Senang karena mendapat pernyataan cinta dari orang yang diam-diam disukainya, tetapi ia juga sulit memercayainya.

Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Sejak kapan Abrar menyukainya? Bagaimana bisa cowok populer seperti Abrar menyukainya yang berpenampilan biasa-biasa saja? Apa yang disukai Abrar darinya? Apakah selama ini Abrar juga diam-diam memperhatikannya seperti ia diam-diam memperhatikan Abrar? Dan yang paling penting, benarkah Abrar yang menulis surat itu? Dari tulisannya, sih benar.

Untuk kali pertama selama menuntut ilmu, baru kali ini Savika kehilangan konsentrasi belajar. Jantungnya berdebar-debar memikirkan pernyataan Abrar. Ia nyaris tidak memperhatikan apa saja yang diterangkan guru di depan kelas—ia bersyukur tidak ada ulangan hari ini. Semakin mendekati berakhirnya jam pelajaran, jantung Savika berdentum makin kuat. Dan saat bel pulang berbunyi, ia tetap bergeming di tempatnya.

Dalam surat itu, Abrar berkata akan menunggunya di taman belakang sekolah. Namun, Savika belum memutuskan jawaban yang akan ia berikan pada Abrar. Ia masih belum bisa benar-benar percaya Abrar menyatakan cinta kepadanya, tetapi surat di tangannya adalah nyata.

Entah berapa lama waktu berlalu hingga Savika akhirnya beranjak dari tempatnya. Ia pasti terlambat, tetapi dirinya sudah memutuskan. Tidak semua orang beruntung bisa mendapat pernyataan cinta dari orang yang disukainya diam-diam. Jadi, kenapa Savika harus menyia-nyiakan kesempatan ini? 

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates