Satu (Part 2)
Abrar memberengut. Matanya memicing tajam pada
dua orang di hadapannya. Ia benar-benar merasa dikhianati. Bagaimana bisa,
Gavin yang merupakan sahabatnya sejak MOS SMP, lebih memihak cewek tengil yang
seolah terlahir untuk menyiksanya.
“Udah deh,
Blay … jangan cemberut terus gitu. Jelek tahu!” Ervika menarik keras hidung
mancung Abrar.
Abrar menepisnya kasar. Ervika ini selain suka
menganiaya tubuhnya, juga memanggil Abrar dengan seenaknya. Abrar membenci
panggilan itu. Kalau Gavin suka memanggilnya Bray dengan alasan Brar terlalu
belibet di lidah, Ervika justru memanggilnya Blay. Jablay lebih tepatnya.
Katanya, itu cocok buat Abrar.