Sabtu, 26 Agustus 2017

Ocean Breeze Teaser Part 3

Yo... kali ini saya akan post chapter 2 dari novel Ocean Breeze.
Selamat membaca :)


2


Matahari masih tampak bersinar cerah di langit Miami meski posisinya agak condong ke barat. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga sore waktu setempat. Ocean menatap bangunan megah berwarna putih berlantai dua di hadapannya. Halaman depan rumah yang cukup luas itu ditumbuhi rumput hijau subur dan pohon-pohon besar. Bermacam-macam bunga berjejer rapi di kanan-kiri jalan masuk, sementara tanaman pagar berwarna hijau tumbuh subur di dekat trotoar. Semua rumah di pemukiman elite itu memiliki halaman yang sama hijaunya, ditambah deretan pohon palem di sisi jalan, membuat udara Miami yang panas menjadi terasa sejuk.
Di sisi kanan rumah terdapat garasi luas yang pintunya terbuka, di dalamnya tampak sebuah SUV berwarna hitam dan sebuah mobil sport berwarna kuning. Ada satu lagi mobil sport berwarna merah terparkir anggun di luar garasi. Entah apa merek kedua mobil sport itu, tak terlihat jelas dari tempat Ocean. Meskipun gemar menonton balapan mobil, Ocean bukanlah pecinta otomotif yang langsung bisa menebak merek dan tipe mobil hanya dengan melihat sekilas. Ia hanya suka melihat mobil dan pebalap yang keren adu cepat di lintasan, tapi sama sekali tak mengerti tentang mobil dan segala perangkatnya. Tapi sepertinya ayahnya seorang penggemar mobil. Atau mungkin hanya orang kaya yang gemar mengoleksi mobil mewah.

Sabtu, 12 Agustus 2017

Ocean Breeze Teaser Part 2

Setelah sekian tahun lalu saya posting prolog Ocean Breeze (maafkan saya yang nggak rajin mengisi blog ini T.T), kini saya akan lanjut ke bab satu.
Sekadar pemberitahuan, saya akan posting beberapa bab secara random. Jadi, nggak semua akan saya posting di sini.
Selamat membaca!



 1



Ocean mendekatkan wajahnya pada kaca jendela pesawat. Hanya kegelapan yang tampak menyelimuti langit Alaska. Matahari masih akan sangat lama lagi terbit. Pengacaranya memutuskan mereka berangkat tengah malam agar tidak kemalaman saat sampai di Miami yang mempunyai selisih waktu empat jam dengan Anchorage. Meskipun tidak bisa melihat apa-apa di luar jendela, Ocean yakin ia sudah jauh dari Anchorage.
Rasa ngeri mendadak mencekam perasan Ocean. Bongkahan batu seberat satu ton terasa menimpa dadanya. Ia masih sulit percaya bahwa ia telah meninggalkan kampung halamannya yang nyaman. Berat rasanya meninggalkan rumah yang selama ini menyelimutinya dengan kedamaian, meninggalkan teman-temannya, sekolah, tetangga-tetangga yang baik, tukang pos yang ramah, juga pemilik toko kue yang selalu tersenyum dan memberinya cokelat gratis setiap kali ia datang. Dorongan untuk melompat dari pesawat sangat kuat mencengkeram Ocean, tapi ia tahu tak mungkin melakukannya.

Template by:

Free Blog Templates