Well, setelah lama nggak muncul (meski mungkin nggak ada yang nunggu juga :p), kali ini saya datang membawa cerpen lama. Pernah diikutkan sayembara menulis cerpen Korean Waves di tahun 2012 dan somehow terpilih menjadi salah satu pemenang.
Okelah, nggak perlu banyak cakap.
Enjoy!
___________________________________________________________________________________
Choi Yong Woo memasuki
kereta yang akan membawanya kembali ke Busan, kota asalnya sebelum mengikuti
wajib militer selama dua tahun.
Tak
lama setelah ia duduk, kereta yang membawa Yong Woo mulai bergerak. Sambil
menatap ke luar jendela, pikiran Yong Woo melanglang ke masa dua tahun yang
lalu. Masa sebelum ia berangkat ke kamp militer untuk melaksanakan
kewajibannya. Masa di mana ia masih menjadi mahasiswa semester akhir di Busan
Jungsin University.
<3<3<3
“Yong Woo-oppa….!”
Yong Woo menoleh ke
arah suara yang memanggilnya. Seorang gadis manis berambut panjang berkuncir
dua dan berpipi merah berlari kecil menghampirinya. “Eun Hwa, ada apa?”
tanyanya begitu gadis itu berdiri di hadapannya.
“Yong Woo-oppa sudah mau pulang?” Gadis bernama
Lee Eun Hwa itu balik bertanya
Yong Woo mengangguk.
“Boleh aku pulang
bersama Oppa?” tanyanya lagi.
“Tentu saja,” jawab
Yong Woo sambil tersenyum manis.
Lee Eun Hwa tersenyum
senang dan berjalan menyejajari langkah Yong Woo meninggalkan pelataran kampus.
“Aku dengar Oppa akan pergi mengikuti
wajib militer.”
“Dengar dari siapa?”
“Yong Joon yang bilang,”
jawab Eun Hwa.
Yong Woo hanya
tersenyum kecil. Choi Yong Joon adalah adik laki-lakinya yang berusia dua tahun
lebih muda darinya, seumuran dengan Eun Hwa.
“Apa itu benar?” Eun
Hwa kembali bertanya.
“Iya, setelah upacara
kelulusan nanti,” jawab Yong Woo akhirnya.
“Kenapa langsung ikut
wamil setelah lulus? Kenapa tidak nanti-nanti saja? Bukankah batas maksimal usia
wamil sampai 29 tahun?” tanya Eun Hwa beruntun. “Lagi pula, Oppa kan baru satu kali mendapat surat
panggilan.”
“Sekarang atau
nanti-nanti kan sama saja,” balas Yong Woo. “Cepat atau lambat aku pasti harus
ikut wamil, jadi tidak ada bedanya aku pergi sekarang atau nanti-nanti. Sebagai
warga negara yang baik, aku rasa aku harus mendahulukan kewajibanku. Setelah
itu, aku akan merasa lebih tenang.”
“Begitu, ya.” Lee Eun
Hwa menggumam pelan.
“Memangnya kenapa?”
tanya Yong Woo kemudian.
Lee Eun Hwa menggeleng.
“Tidak apa-apa,” sahutnya sambil tersenyum manis. “Sudah sampai. Aku pulang
dulu ya, Oppa. Terima kasih mau pulang
bersamaku.” Lee Eun Hwa membungkukkan badan dan melangkah memasuki pelataran
rumahnya.
Choi
Yong Woo menunggu sampai sosok Lee Eun Hwa menghilang sebelum akhirnya
melanjutkan perjalanan menuju rumahnya yang terletak tepat di sebelah rumah Lee
Eun Hwa.
“Hyung
sudah mengatakannya?”
Choi Yong Woo yang
sedang sibuk di depan laptop langsung
menoleh ke arah adiknya yang memasuki kamarnya tanpa izin atau ketuk pintu dulu.
“Ha? Apa?” tanyanya bingung.
“Lee Eun Hwa.”
“Kenapa dengan Lee Eun
Hwa?” Yong Woo masih belum mengerti.
Yong Joon menarik napas tidak sabar. “Pernyataan
cinta,” ujarnya gemas. “Bukankah seharusnya Hyung
menyatakan cinta padanya sebelum mengikuti wajib militer?”
“Entahlah,” Yong Woo
mengedikkan bahu. “Aku bingung harus bicara apa.”
Yong Joon duduk di atas
ranjang kakaknya. “Hanya tinggal bilang cinta saja kan?”
Yong Woo menatap
adiknya tajam. “Memangnya semudah itu?”
Yong Joon tersenyum
kecil. “Memang semudah itu, kok,” balasnya seraya berdiri. “Kalau Hyung tidak cepat-cepat menyatakan cinta,
nanti Eun Hwa kuambil, lho!” Setelah mengancam kakaknya, pemuda bertubuh tinggi
kurus itu berjalan santai keluar dari kamar Yong Woo.
Yong Woo menatap kepergian
adiknya dengan kening berkerut. Apa maksud Yong Joon tadi? Apa dia juga suka
Eun Hwa?
Yong Woo beranjak dari
duduknya dan mengejar adiknya. “Apa maksudmu?” ia langsung bertanya begitu
memasuki kamar Yong Joon.
“Apanya?” Yong Joon
balik bertanya dengan santai seraya mengenyakkan tubuh di kursi belajar.
“Apa maksudmu dengan
mengambil Eun Hwa tadi? Kau juga suka dia?”
Yong Joon tersenyum,
masih sesantai tadi. “Hyung tidak
ingat, dulu kita pernah bertengkar karena memperebutkan Eun Hwa? Kita tidak
saling bicara hampir satu bulan gara-gara itu.”
“Tapi itu kan dulu,
waktu kita masih kecil,” balas Yong Woo. “Aku pikir, kau sudah tidak punya
perasaan apa-apa lagi padanya.”
Yong Joon kembali
tersenyum, kali ini setengah mengejek. “Apa perasaan Hyung berubah?”
Yong Woo menggeleng. “Tidak,”
akunya. “Tentu saja tidak. Kau tahu sendiri aku masih menyukainya sampai
sekarang.”
“Kalau perasaan Hyung saja tidak berubah, kenapa
perasaanku harus berubah?” balas Yong Joon.
Yong Woo terdiam
sejenak, kemudian berujar dengan berat hati, “Kalau kau memang mencintainya,
aku rela dia untukmu saja.”
“Jangan bodoh!” tukas
Yong Joon. “Kita memang sama-sama mencintai Eun Hwa. Tapi yang diinginkan Eun
Hwa bukan aku. Eun Hwa mencintaimu, Choi Yong Woo.”
“Dari mana kau tahu dia
mencintaiku?”
“Semua orang juga bisa
lihat. Kau saja yang tidak bisa melihatnya karena terlalu sibuk dengan
ketakutanmu sendiri,” ejek Yong Joon.
Yong Woo diam.
“Sudahlah, jangan bertindak bodoh!” ujar Yong Joon tak
sabar. “Cepat nyatakan perasaanmu padanya. Apa lagi yang kautunggu?”
“Tapi, bagaimana
denganmu?”
“Tidak usah memikirkan
aku. Aku baik-baik saja. Aku punya cara sendiri untuk mencintai Eun Hwa tanpa
harus memilikinya,” balas Yong Joon. “Awas kalau Hyung sampai mengalah padaku!”
Beberapa detik Yong Woo
hanya diam, kemudian menyunggingkan senyum tipis. “Tidak akan.”
Yong Joon menyeringai. “Ya
sudah, cepat bilang padanya.”
“Akan
kupikirkan.” Yong Woo mengedikkan bahu, kemudian berlalu dari kamar adiknya.
Meski terdengar begitu mudah, kenyataannya ia masih belum memiliki keberanian
untuk mengungkapkan perasaannya.
Choi Yong Woo memasukkan barang terakhirnya ke dalam
koper besar yang akan dibawanya. Sebentar lagi ia harus meninggalkan kamar dan
rumahnya. Ia akan berada di kamp militer untuk dua tahun ke depan.
“Hyung, ini aku. Boleh masuk?” Suara Yong Joon terdengar dari luar
kamar.
“Ya, masuk saja!” sahut
Yong Woo tanpa berpaling dari barang-barang yang akan dibawanya, memastikan tak
ada yang tertinggal. Ia mendengar suara pintu terbuka dan bisa merasakan
kehadiran adiknya di belakangnya. Ia pun menoleh dan langsung menyeletuk, “Tumben
sih kau ketuk pintu dulu. Biasanya langsung masuk.”
Alih-alih menjawab
keheranan kakaknya, Yong Joon malah tersenyum tanpa makna sembari menyerahkan
sebuah bingkisan pada Yong Woo.
“Apa ini?”
“Dari Lee Eun Hwa,”
jawab Yong Joon singkat seraya keluar dari kamar kakaknya.
Sepeninggal
adiknya, Yong Woo mengamati sejenak kotak di tangannya sebelum membukanya. Di
dalamnya terdapat sehelai syal warna merah favoritnya bertuliskan nama Yong Woo
dan sebuah surat beramplop jingga. Yong Woo membuka amplop itu dan membaca
isinya:
Yong
Woo-oppa yang baik.
Sebelum
Oppa pergi, aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting, setidaknya
menurutku. Maaf bila aku lancang. Tapi aku tidak bisa lagi menahan perasaan
ini.
Untuk
dua tahun ke depan, aku tidak bisa melihat Oppa lagi. Dan itu sangat berat
untukku. Jadi aku rasa aku harus menyampaikan perasaanku pada Oppa. Aku ingin
Oppa tahu, kalau selama ini aku sangat mencintai Oppa.
Mungkin
Oppa hanya menganggapku adik. Aku bisa mengerti itu. Sejak kecil Oppa selalu
menjagaku dan Yong Joon. Aku harap Oppa tidak marah setelah mengetahui perasaanku
dan tetap mau menemui dan bicara denganku sekembali Oppa ke rumah nanti.
Aku
harap Oppa mau menyimpan syal pemberianku ini meski tak bisa menerima
perasaanku. Mungkin tidak bagus, tapi aku merajutnya sendiri dengan penuh
cinta.
Semoga
berhasil, Oppa! Sampai jumpa dua tahun lagi. Aku akan selalu mendoakanmu.
Lee Eun Hwa
Yong Woo tertegun sejenak setelah membaca surat itu.
Ia merasa telah menjadi orang paling bodoh dan pengecut sedunia. Setelah sadar,
ia langsung berlari keluar menuju rumah Eun Hwa di sebelah.
Namun pintu gerbang
rumah Eun Hwa tertutup rapat. Tidak biasanya seperti ini. Yong Woo memencet bel
di samping gerbang berkali-kali, tapi tak ada reaksi. Rumah Eun Hwa tetap
lengang.
“Tidak ada orang di
rumah itu,” celetuk Yong Joon yang entah sejak kapan sudah berada di belakang
Yong Woo.
Yong Woo menoleh pada
adiknya dan menatap penuh tanda tanya.
“Mereka sekeluarga
pergi ke Jeungdo mengunjungi kakek Eun Hwa yang sakit.” Yong Joon menjelaskan.
“Kapan?”
“Baru saja,” jawab Yong
Joon. “Mereka pergi setelah Eun Hwa menitipkan bingkisan buat Hyung tadi.”
Yong Woo menghela napas
berat. Dengan lunglai ia berjalan kembali ke rumahnya. Benar kata Yong Joon,
seharusnya ia menyatakan perasaannya pada Eun Hwa secepatnya.
Dan
kini sudah terlambat. Ia harus pergi tanpa sempat mengucapkan perpisahan pada
Lee Eun Hwa, gadis yang dicintainya sejak kecil. Ia harus menunggu dua tahun
lagi untuk bisa bertemu gadis itu. Dan hingga saat itu tiba, ia berharap Eun
Hwa masih menyimpan perasaan cinta padanya.
<3<3<3
Kereta yang membawa
Yong Woo terus melaju semakin mendekati Kota Busan. Udara di awal musim semi
terasa dingin hari itu. Yong Woo merapatkan syal yang melingkar di lehernya.
Syal warna merah bertuliskan namanya pemberian Eun Hwa sebelum ia pergi dua
tahun yang lalu.
Bagaimana
Eun Hwa saat ini ya? Apa dia masih mencintaiku? Jangan-jangan dia punya pacar.
Jangan-jangan ia sudah melupakanku. Berbagai pikiran
paranoid muncul di benak Yong Woo.
Setelah berpisah dua
tahun, Yong Woo jadi merasa gelisah. Apakah Eun Hwa tetap seperti dulu, gadis
kecilnya yang manis, atau sudah berubah? Apa pun bisa terjadi dalam kurun waktu
dua tahun.
Yong
Woo mengembuskan napas pelan, mencoba menenangkan perasaannya sendiri. “Sudahlah,
sebentar lagi aku akan tahu jawabannya.”
Yong Woo melangkah
keluar dari kereta. Suasana Busan Station cukup ramai. Yong Woo mengedarkan
pandangan ke seluruh penjuru stasiun. Sedikit berharap Yong Joon atau
orangtuanya menjemput, meski sebelumnya ia sudah bilang pada mereka tak perlu
repot-repot menjemput kalau sibuk.
“Yong Woo-oppa!”
Yong Woo menoleh ke
arah datangnya suara dan langsung tertegun. Seorang gadis manis berambut
panjang diurai dan berpipi merah melambaikan tangan dan berlari kecil
menghampirinya. Senyum bahagia tersungging di bibirnya yang tipis.
Gadis itu Lee Eun Hwa.
Dia sama sekali tidak berubah. Tetap Lee Eun Hwa-nya yang dulu. Gadis yang
dicintainya sejak kecil.
“Lee Eun Hwa!” Setelah
sadar, Yong Woo balas berseru dan berlari menghampiri gadis itu dengan senyuman
lebar di bibirnya.
Yong Woo langsung
memeluk erat tubuh gadis itu begitu mereka berhadapan. “Lee Eun Hwa, aku
mencintaimu,” bisiknya tanpa melepaskan pelukannya.
Rasanya Yong Woo tak
ingin melepaskan gadis itu lagi.
0 komentar:
Posting Komentar