Jumat, 19 Februari 2016

After Two Years


Well, setelah lama nggak muncul (meski mungkin nggak ada yang nunggu juga :p), kali ini saya datang membawa cerpen lama. Pernah diikutkan sayembara menulis cerpen Korean Waves di tahun 2012 dan somehow terpilih menjadi salah satu pemenang.
Okelah, nggak perlu banyak cakap.
Enjoy!

___________________________________________________________________________________



Choi Yong Woo memasuki kereta yang akan membawanya kembali ke Busan, kota asalnya sebelum mengikuti wajib militer selama dua tahun.
Tak lama setelah ia duduk, kereta yang membawa Yong Woo mulai bergerak. Sambil menatap ke luar jendela, pikiran Yong Woo melanglang ke masa dua tahun yang lalu. Masa sebelum ia berangkat ke kamp militer untuk melaksanakan kewajibannya. Masa di mana ia masih menjadi mahasiswa semester akhir di Busan Jungsin University.

<3<3<3
“Yong Woo-oppa….!”
Yong Woo menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Seorang gadis manis berambut panjang berkuncir dua dan berpipi merah berlari kecil menghampirinya. “Eun Hwa, ada apa?” tanyanya begitu gadis itu berdiri di hadapannya.
“Yong Woo-oppa sudah mau pulang?” Gadis bernama Lee Eun Hwa itu balik bertanya
Yong Woo mengangguk.
“Boleh aku pulang bersama Oppa?” tanyanya lagi.
“Tentu saja,” jawab Yong Woo sambil tersenyum manis.
Lee Eun Hwa tersenyum senang dan berjalan menyejajari langkah Yong Woo meninggalkan pelataran kampus. “Aku dengar Oppa akan pergi mengikuti wajib militer.”
“Dengar dari siapa?”
“Yong Joon yang bilang,” jawab Eun Hwa.
Yong Woo hanya tersenyum kecil. Choi Yong Joon adalah adik laki-lakinya yang berusia dua tahun lebih muda darinya, seumuran dengan Eun Hwa.
“Apa itu benar?” Eun Hwa kembali bertanya.
“Iya, setelah upacara kelulusan nanti,” jawab Yong Woo akhirnya.
“Kenapa langsung ikut wamil setelah lulus? Kenapa tidak nanti-nanti saja? Bukankah batas maksimal usia wamil sampai 29 tahun?” tanya Eun Hwa beruntun. “Lagi pula, Oppa kan baru satu kali mendapat surat panggilan.”
“Sekarang atau nanti-nanti kan sama saja,” balas Yong Woo. “Cepat atau lambat aku pasti harus ikut wamil, jadi tidak ada bedanya aku pergi sekarang atau nanti-nanti. Sebagai warga negara yang baik, aku rasa aku harus mendahulukan kewajibanku. Setelah itu, aku akan merasa lebih tenang.”
“Begitu, ya.” Lee Eun Hwa menggumam pelan.
“Memangnya kenapa?” tanya Yong Woo kemudian.
Lee Eun Hwa menggeleng. “Tidak apa-apa,” sahutnya sambil tersenyum manis. “Sudah sampai. Aku pulang dulu ya, Oppa. Terima kasih mau pulang bersamaku.” Lee Eun Hwa membungkukkan badan dan melangkah memasuki pelataran rumahnya.
Choi Yong Woo menunggu sampai sosok Lee Eun Hwa menghilang sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju rumahnya yang terletak tepat di sebelah rumah Lee Eun Hwa.
                                                            
Hyung sudah mengatakannya?”
Choi Yong Woo yang sedang sibuk di depan laptop  langsung menoleh ke arah adiknya yang memasuki kamarnya tanpa izin atau ketuk pintu dulu. “Ha? Apa?” tanyanya bingung.
“Lee Eun Hwa.”
“Kenapa dengan Lee Eun Hwa?” Yong Woo masih belum mengerti.
 Yong Joon menarik napas tidak sabar. “Pernyataan cinta,” ujarnya gemas. “Bukankah seharusnya Hyung menyatakan cinta padanya sebelum mengikuti wajib militer?”
“Entahlah,” Yong Woo mengedikkan bahu. “Aku bingung harus bicara apa.”
Yong Joon duduk di atas ranjang kakaknya. “Hanya tinggal bilang cinta saja kan?”
Yong Woo menatap adiknya tajam. “Memangnya semudah itu?”  
Yong Joon tersenyum kecil. “Memang semudah itu, kok,” balasnya seraya berdiri. “Kalau Hyung tidak cepat-cepat menyatakan cinta, nanti Eun Hwa kuambil, lho!” Setelah mengancam kakaknya, pemuda bertubuh tinggi kurus itu berjalan santai keluar dari kamar Yong Woo.
Yong Woo menatap kepergian adiknya dengan kening berkerut. Apa maksud Yong Joon tadi? Apa dia juga suka Eun Hwa?
Yong Woo beranjak dari duduknya dan mengejar adiknya. “Apa maksudmu?” ia langsung bertanya begitu memasuki kamar Yong Joon.
“Apanya?” Yong Joon balik bertanya dengan santai seraya mengenyakkan tubuh di kursi belajar.
“Apa maksudmu dengan mengambil Eun Hwa tadi? Kau juga suka dia?”
Yong Joon tersenyum, masih sesantai tadi. “Hyung tidak ingat, dulu kita pernah bertengkar karena memperebutkan Eun Hwa? Kita tidak saling bicara hampir satu bulan gara-gara itu.”
“Tapi itu kan dulu, waktu kita masih kecil,” balas Yong Woo. “Aku pikir, kau sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi padanya.”
Yong Joon kembali tersenyum, kali ini setengah mengejek. “Apa perasaan Hyung berubah?”  
Yong Woo menggeleng. “Tidak,” akunya. “Tentu saja tidak. Kau tahu sendiri aku masih menyukainya sampai sekarang.”
“Kalau perasaan Hyung saja tidak berubah, kenapa perasaanku harus berubah?” balas Yong Joon.
Yong Woo terdiam sejenak, kemudian berujar dengan berat hati, “Kalau kau memang mencintainya, aku rela dia untukmu saja.”
“Jangan bodoh!” tukas Yong Joon. “Kita memang sama-sama mencintai Eun Hwa. Tapi yang diinginkan Eun Hwa bukan aku. Eun Hwa mencintaimu, Choi Yong Woo.”
“Dari mana kau tahu dia mencintaiku?”
“Semua orang juga bisa lihat. Kau saja yang tidak bisa melihatnya karena terlalu sibuk dengan ketakutanmu sendiri,” ejek Yong Joon.
Yong Woo diam.
“Sudahlah,  jangan bertindak bodoh!” ujar Yong Joon tak sabar. “Cepat nyatakan perasaanmu padanya. Apa lagi yang kautunggu?”
“Tapi, bagaimana denganmu?”
“Tidak usah memikirkan aku. Aku baik-baik saja. Aku punya cara sendiri untuk mencintai Eun Hwa tanpa harus memilikinya,” balas Yong Joon. “Awas kalau Hyung sampai mengalah padaku!”
Beberapa detik Yong Woo hanya diam, kemudian menyunggingkan senyum tipis. “Tidak akan.”
Yong Joon menyeringai. “Ya sudah, cepat bilang padanya.”
“Akan kupikirkan.” Yong Woo mengedikkan bahu, kemudian berlalu dari kamar adiknya. Meski terdengar begitu mudah, kenyataannya ia masih belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.

Choi Yong Woo memasukkan barang terakhirnya ke dalam koper besar yang akan dibawanya. Sebentar lagi ia harus meninggalkan kamar dan rumahnya. Ia akan berada di kamp militer untuk dua tahun ke depan.
Hyung, ini aku. Boleh masuk?” Suara Yong Joon terdengar dari luar kamar.
“Ya, masuk saja!” sahut Yong Woo tanpa berpaling dari barang-barang yang akan dibawanya, memastikan tak ada yang tertinggal. Ia mendengar suara pintu terbuka dan bisa merasakan kehadiran adiknya di belakangnya. Ia pun menoleh dan langsung menyeletuk, “Tumben sih kau ketuk pintu dulu. Biasanya langsung masuk.”
Alih-alih menjawab keheranan kakaknya, Yong Joon malah tersenyum tanpa makna sembari menyerahkan sebuah bingkisan pada Yong Woo.
“Apa ini?”
“Dari Lee Eun Hwa,” jawab Yong Joon singkat seraya keluar dari kamar kakaknya.
Sepeninggal adiknya, Yong Woo mengamati sejenak kotak di tangannya sebelum membukanya. Di dalamnya terdapat sehelai syal warna merah favoritnya bertuliskan nama Yong Woo dan sebuah surat beramplop jingga. Yong Woo membuka amplop itu dan membaca isinya:
Yong Woo-oppa yang baik.
Sebelum Oppa pergi, aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting, setidaknya menurutku. Maaf bila aku lancang. Tapi aku tidak bisa lagi menahan perasaan ini.
Untuk dua tahun ke depan, aku tidak bisa melihat Oppa lagi. Dan itu sangat berat untukku. Jadi aku rasa aku harus menyampaikan perasaanku pada Oppa. Aku ingin Oppa tahu, kalau selama ini aku sangat mencintai Oppa.
Mungkin Oppa hanya menganggapku adik. Aku bisa mengerti itu. Sejak kecil Oppa selalu menjagaku dan Yong Joon. Aku harap Oppa tidak marah setelah mengetahui perasaanku dan tetap mau menemui dan bicara denganku sekembali Oppa ke rumah nanti.
Aku harap Oppa mau menyimpan syal pemberianku ini meski tak bisa menerima perasaanku. Mungkin tidak bagus, tapi aku merajutnya sendiri dengan penuh cinta.
Semoga berhasil, Oppa! Sampai jumpa dua tahun lagi. Aku akan selalu mendoakanmu.
                                                                                          Lee Eun Hwa
Yong Woo tertegun sejenak setelah membaca surat itu. Ia merasa telah menjadi orang paling bodoh dan pengecut sedunia. Setelah sadar, ia langsung berlari keluar menuju rumah Eun Hwa di sebelah.
Namun pintu gerbang rumah Eun Hwa tertutup rapat. Tidak biasanya seperti ini. Yong Woo memencet bel di samping gerbang berkali-kali, tapi tak ada reaksi. Rumah Eun Hwa tetap lengang.
“Tidak ada orang di rumah itu,” celetuk Yong Joon yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Yong Woo.
Yong Woo menoleh pada adiknya dan menatap penuh tanda tanya.
“Mereka sekeluarga pergi ke Jeungdo mengunjungi kakek Eun Hwa yang sakit.” Yong Joon menjelaskan.
“Kapan?”
“Baru saja,” jawab Yong Joon. “Mereka pergi setelah Eun Hwa menitipkan bingkisan buat Hyung tadi.”
Yong Woo menghela napas berat. Dengan lunglai ia berjalan kembali ke rumahnya. Benar kata Yong Joon, seharusnya ia menyatakan perasaannya pada Eun Hwa secepatnya.
Dan kini sudah terlambat. Ia harus pergi tanpa sempat mengucapkan perpisahan pada Lee Eun Hwa, gadis yang dicintainya sejak kecil. Ia harus menunggu dua tahun lagi untuk bisa bertemu gadis itu. Dan hingga saat itu tiba, ia berharap Eun Hwa masih menyimpan perasaan cinta padanya.

<3<3<3

Kereta yang membawa Yong Woo terus melaju semakin mendekati Kota Busan. Udara di awal musim semi terasa dingin hari itu. Yong Woo merapatkan syal yang melingkar di lehernya. Syal warna merah bertuliskan namanya pemberian Eun Hwa sebelum ia pergi dua tahun yang lalu.
Bagaimana Eun Hwa saat ini ya? Apa dia masih mencintaiku? Jangan-jangan dia punya pacar. Jangan-jangan ia sudah melupakanku. Berbagai pikiran paranoid muncul di benak Yong Woo.
Setelah berpisah dua tahun, Yong Woo jadi merasa gelisah. Apakah Eun Hwa tetap seperti dulu, gadis kecilnya yang manis, atau sudah berubah? Apa pun bisa terjadi dalam kurun waktu dua tahun.
Yong Woo mengembuskan napas pelan, mencoba menenangkan perasaannya sendiri. “Sudahlah, sebentar lagi aku akan tahu jawabannya.”
                                                            

Yong Woo melangkah keluar dari kereta. Suasana Busan Station cukup ramai. Yong Woo mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru stasiun. Sedikit berharap Yong Joon atau orangtuanya menjemput, meski sebelumnya ia sudah bilang pada mereka tak perlu repot-repot menjemput kalau sibuk.
“Yong Woo-oppa!”
Yong Woo menoleh ke arah datangnya suara dan langsung tertegun. Seorang gadis manis berambut panjang diurai dan berpipi merah melambaikan tangan dan berlari kecil menghampirinya. Senyum bahagia tersungging di bibirnya yang tipis.
Gadis itu Lee Eun Hwa. Dia sama sekali tidak berubah. Tetap Lee Eun Hwa-nya yang dulu. Gadis yang dicintainya sejak kecil.
“Lee Eun Hwa!” Setelah sadar, Yong Woo balas berseru dan berlari menghampiri gadis itu dengan senyuman lebar di bibirnya.
Yong Woo langsung memeluk erat tubuh gadis itu begitu mereka berhadapan. “Lee Eun Hwa, aku mencintaimu,” bisiknya tanpa melepaskan pelukannya.
Rasanya Yong Woo tak ingin melepaskan gadis itu lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates