Senin, 30 Juli 2012

Terpesona

Kupandang wajah manis cowok yang berdiri di halte nunggu bis sekolah. Dengan cuek dan santai dia berdiri. Padahal udah jam setengah tujuh, dan dia sekolah di SMA Nusa Bangsa. Setahuku, SMA Nusa Bangsa itu ketat banget. Tapi…mau gimana lagi? Emang bis belum dateng.
“Hei..Dicha! Ngelamun aja!” bentak seseorang tiba-tiba dari mobil yang berhenti di depanku. Ternyata si sableng Mafa.
“Elo nyet, sirik aja!” balasku.
“Ayo masuk, udah siang nih!” ajaknya.
            Agak berat sih, tapi akhirnya aku mau juga masuk ke mobil Mafa meninggalkan si tampan yang masih berdiri di halte nunggu bis sekolah yang tak kunjung datang. Kutatap lekat wajahnya sampai mobil yang kunaiki benar-benar menjauhinya.
“Tumben sih Cha, nggak dianter?” tanya Mafa.
“Lagi males aja,” jawabku singkat tanpa melepas pandanganku dari halte yang cuma nampak setitik itu.
“Lo kenapa sih lihat belakang terus?” tanya Mafa heran.
Aku melepas pandanganku dan berbalik menghadap Mafa. “Nggak apa-apa,” jawabku singkat.
“Jangan bo’ong! Lagi kesengsem sama cowok ya!?!” tebak Mafa.
Aku diam saja. Mafa terus menggodaku.
“Ayo dong…kasih tahu yang mana anaknya?!” desak Mafa.
“Apaan sih…? nggak ada!” balasku.
“Ah…kamu selalu gitu, semua disimpen sendiri! Ayo dong…bicarain sama sahabatmu yang setia ini,” ucapnya lagi.
“Rese’ lo!” balasku seraya keluar dari mobil diikuti Mafa. Sementara sopir Mafa langsung kabur, kembali ke asalnya.
            Aku terus berjalan memasuki sekolah dan Mafa terus mendesak mau tahu tentang cowok yang kusukai.
                                                                         
            “Dicha! Ada sesuatu buat kamu,” ucap Rivan seraya menyerahkan sebuah gantungan kunci Arsenal padaku.
“Buat aku?” tanyaku.
Rivan mengangguk. “Kemarin papaku baru pulang dari London bawain itu,” jelasnya.
“Ini asli dari London? Buat aku?” tanyaku lagi.
“Iya, kamu kan suka Arsenal.” jawabnya.
“Makasih ya Van!” seruku senang.
Rivan mengangguk dan berlalu pergi dari hadapanku.
“Dapet hadiah lagi nih dari sang penggemar,” goda Niza.
“Apaan sih…? Dia kan cuma ngasih oleh-oleh aja,” balasku.
“Jangan pura-pura lugu deh…! Rivan kan emang suka sama lo,” ucap Niza lagi.
 “Liat aja, tiap kali dia atau ortunya pulang dari luar negeri, dia selalu bawain lo oleh-oleh yang sesuai dengan kesenengan lo. Mulai dari gantungan kunci Arsenal, syal Juventus, foto Valentino Rossi plus tanda tangannya, dan banyak lagi yang lain. Pokoknya selalu ada deh sesuatu buat lo!” sambung Mafa
“Rivan kan emang baik, masa itu berarti dia suka gue, sempit banget pikiran kalian!” balasku.
“Tapi sama lo beda, dia beneran suka sama lo!” Niza bersikeras.
“Ih….cucunya dukun ya…! Sok tahu lo!” sahutku.
“Enak aja! Semua juga bisa liat kali,” balas Niza.
“Whatever, nggak ngaruh buat gue!” ucapku cuek.
 “Iyalah nggak ngaruh, orang ada cowok di halte yang bikin jatuh hati,” sahut Mafa, mengungkit kembali kisah tadi pagi.
“Oh ya? Siapa? Siapa?” tanya Niza interest.
Mafa mengangkat bahu. “Mana gue tahu. Dicha aja belum mau cerita,” sahut Mafa.
“Emang siapa sih yang bilang gue suka sama cowok di halte? Itukan cuma tebakan lo aja!” ucapku pada Mafa.
“Aduh Dicha…! Kita udah kenal sejak SD gitu, gue tahu gelagat lo kalau suka seseorang,” sahut Mafa.
Aku tersenyum kecil. Sok banget sohibku satu ini!
“Tapi bener kan, ada cowok di halte yang disukai Dicha?” tanya Niza.
“Gue yakin banget! Cuma….Dicha aja belum mau ngaku,” balas Mafa.
“Iya deh…..gue ngaku,” ucapku akhirnya “Iya, gue emang lagi terpesona sama cowok yang biasa gue lihat di halte. Orangnya manis, tinggi, putih, sipit ,tampang oriental gitu deh…! dia sekolah di SMA Nusa Bangsa, dan namanya…gue nggak tahu!”
“Yeah…kok nggak tahu sih? Kenalan dong!” seru Niza.
“Susah mau kenalan ama dia. Tiap kali gue ketemu ama dia, badan gue rasanya gemetar. Apalagi kalau dia berdiri di samping gue, mau pingsan rasanya!” balasku.
“Segitunya….! Pantes lo sekarang jarang dianter. Seganteng apa sih dia?” tanya Mafa.
“Yeah…ga’ bisa dijelaskan dengan kata-kata, soalnya dia nggak mirip siapa-siapa. Yang jelas, sejak pertama gue ketemu dia, gue langsung terpesona.” Jawabku.
“Ya udah….daripada cuma mengagumi dari jauh gitu, mendingan kenalan aja langsung!” sahut Niza.
“Nggak deh, kayak gini aja juga nggak apa-apa kok! Gue nggak berani nyapa duluan,” balasku.
“Ya udah…whatever! Lagian….kalau ga’ bisa dapetin tuh cowok, Rivan masih ada kok!” ucap Mafa.
“Apaan sih….?!! Nggak penting banget deh!” sahutku kurang suka.
            Dua sohibku itu cuma nyengir nakal. Ada-ada aja mereka itu. Tapi…apa iya Rivan suka aku? Ah…ngapain sih dipikirin? nggak penting!
                                                                         
            Aku masuk ke dalam bis bersamaan dengan makhluk-makhluk yang ada di halte. Aku langsung menuju tempat favoritku di dekat jendela. Tiba-tiba….oh my God! Pangeranku duduk di sebelahku. Thank’s God…! This is my lucky day…!
“Mm…maaf, jam berapa sekarang?” tanyanya tiba-tiba menjatuhkan aku yang sedang melayang.
Cepat-cepat kulihat arlojiku. “Eh, jam setengah tujuh.” Jawabku cepat. Jantungku berdegup sangat kencang.
“Terima kasih.” balasnya singkat sambil tersenyum.
            Oh God…….senyumnya membuatku ingin pingsan! Aku menarik nafas berusaha menenangkan diri. “Kamu…masuknya jam berapa?” tanyaku memberanikan diri.
“Jam tujuh kurang seperempat, kamu?” dia balik nanya.
“Sama,” jawabku “Kamu…anak SMA Nusa Bangsa ya?” tanyaku.
“Kok tahu?” tanyanya balik.
“Dari badge almametrmu,” jawabku.
Si tampan tersenyum. “Kamu….di SMA 15!” tebaknya sambil membaca badge almameterku.
Aku tersenyum.
“By the way…namamu siapa?” tanyanya.
Oh….pertanyaan yang kutunggu-tunggu.
“Dicha,” jawabku “Kamu?”
“Aku Rickon,” balasnya singkat.
            Tiba-tiba sang kondektur menyerukan SMA Nusa Bangsa. Yeah….udah nyampe dia. Harus berpisah deh…
“Aku…duluan ya?!” pamitnya.
“Iya…hati-hati!” balasku.
“Bye Dicha~” ucapnya lagi seraya berdiri.
“Bye!” balasku.
Rickon tersenyum dan melangkah keluar dari bis.
            Kupandang terus wajah manisnya dari jendela. Rickon melihatku dan melambaikan tangan padaku. Aku balas melambai dan tersenyum manis padanya. Sampai bis sekolah yang kunaiki berjalan menjauhinya.
            Hh….rasanya aku masih belum percaya, aku berkenalan dengan cowok pujaanku.
                                                                         
            “Heran deh, dari tadi lo kok smile terus si Cha?!” tanya Niza heran.
Aku tak menjawab apa-apa. Just smile!
            Aku emang gak biasa menceritakan secara histeris tentang kejadian menyenangkan yang baru aku alami. Paling-paling aku cuma smile terus gitu.
“Kenapa sih lo non? Ketemu lagi sama si pangeran halte?” tanya Mafa asal.
“Namanya bukan pangeran halte! Namanya Rickon,” tegasku.
“Lho, kok tahu namanya?!” seru Niza surprise. “Mmm…jadi itu, dari tadi smile terus…” tambahnya.
“Gimana ceritanya?” tanya Mafa interest.
“Cerita gak ya….” aku berpikir.
“Cerita doooongg…” pinta Niza.
Aku tertawa. “Pokoknya…dia duduk di sampingku, kita ngobrol n kenalan.” Ucapku “Pas dia menatapku dan tersenyum padaku, serasa..terbang ke awan…!!”
“Makan tuh awan…!” seru Niza dan Mafa rese’.
            Aku cuma diam tak membalas. Terus membayangkan wajah manis Rickon yang benar-benar membuatku terpesona.
~~~       
By: Cepi R. Dini [KucingPipush]
Ket: Cerpen ini dibuat ketika aku masih duduk di bangku SMA

2 komentar:

Rinz mengatakan...

Halte Bus I'm in Love :X :p Cerpen.y dikit,,,Bru di Blogger, ya?,,,Sukses dch bwt admin & blog.y,,,

Kucing Pipush mengatakan...

iya nih, masih baru
makasih udah mampir :)

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates